Monday 16 July 2012

Desain Penyampaian Materi Dakwah: Pendekatan Desain Pembelajaran



Oleh: Syifaul Wahid

BAB I
PENDAHULUAN
Bagi setiap pribadi muslim, dakwah adalah kewajiban. Karena setiap muslim diajarkan untuk selalu  mengajak orang lain untuk melaksanakan Amar Ma’ruf dan menjauhi hal-hal yang berkaitan dengan kemungkaran. Untuk menjalankanya, jalan satu-satunya adalah dengan berdakwah. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah banyak jalan ataupun cara serta metode  dakwah yang dapat dilakukan oleh seorang muslim, baik itu dakwah yang dilaksanakan secara perorangan (individu) maupun yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga keagamaan yang biasanya dilakukan secara secara lebih terstruktur dan terorganisasi, misalnya kegiatan dakwah yang dilakukan oleh ormas-ormas keagamaan.
Sebenarnya hal yang terpenting dan yang selama ini menjadi problem atau masalah  dalam pelaksanaan kegiatan dakwah adalah adalah kurang terorgansisainya pelaksanaan kegiatan dakwah, terutama dari segi pengembangan materi, strategi atau metode dan evaluasi dalam kegiatan dakwah. Permasalahan semacam ini banyak ditemui pada juru dakwah yang melaksanakan kegiatan dakwahnya secara perorangan. Kebanyakan dari mereka hanya menyampaikan materi dakwah, misalnya dengan ceramah. Tetapi kurang memperhatikan apakah para jamaahnya memahami yang disampaikanya atau tidak. Hal ini berbeda dengan jika ia melaksanakan kegiatan dakwahnya dengan metode kajian atau yang lainya yang memungkinkan adanya interaksi dengan jamaah.
Selanjutnya adalah sering tidak ada evalusi maupun tindak lanjut dari dakwah perorangan tersebut. Penulis memandang setiap juru dakwah perorangan setelah melaksanakan dakwahnya, misal dengan memberikan ceramah di suatu tempat, setelah selesai ia lepas begitu saja. Tanpa ada tindak lanjut, misal minimal dengan berkunjung dan berdialog dengan warga yang pernah diceramahi, minimal dengan menanyakan bagaimana perkembangan warga. Sehingga penulis memandang perlu adanya evaluasi dan tindak lanjut dari juru dakwah perorangan walaupun sebenarnya tindak lanjut itu tidak terlalu menjadi keharusan bagi para pendakwah perorangan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis mencoba menyusun desain penyampaian materi dakwah untuk kegiatan dakwah perorangan. Desain penyampaian meteri dakwah ini dengan menggunakan pendekatan desain pembelajaran yang biasa digunakan dalam dunia pendidikan. Dalam desain pembelajaran terdapat empat komponen yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi pembelajaran, kompetensi yang diharapkan dari sebuah pembelajaran, strategi pembelajaran, dan yang terakhir adalah evaluasi pembelajaran. Jika keempat komponen ini diterapkan dalam kegiatan dakwah akan menjadi, materi dakwah, kompetensi yang diharapkan bagi peserta setelah mengikuti kegiatan dakwah, strategi dakwah dan evaluasi dakwah. Lebih jelasnya perhatikan bagan berikut:


KOMPETENSI 

 


                MATERI                                                       STRATEGI

 


EVALUASI

Dari bagan, dapat dijelaskan bahwa keempat komponen dalam kegiatan dakwah, materi dakwah, kompetensi yang diharapkan, strategi dan juga evaluasi dakwah adalah sebuah unit yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan dakwah. Dalam menyusun materi dakwah setidaknya harus mempunyai empat unsur seperti yang terlihat pada bagan di atas.







BAB II
ISI
A.   Materi Dakwah
Materi dakwah ialah bahan atau tema-tema keagamaan yang akan disampaikan dalam kegiatan dakwah. Materi dakwah perlu dipersiapkan oleh seorang juru dakwah sehingga dalam dakwahnya ia tidak kehabisan materi. Materi dakwah seperti halnya dalam pembelajaraan secara umum, perlu adanya desain materi. Materi dapat didesain ke dalam bentuk linear yakni secara naratif dari satu topik menuju topik yang lainya. Atau dapat juga dengan membuat sebuah konsep-konsep dari materi yang akan disampaikan (concept map).
Sebagai contoh materi yang akan disampaikan dalam kegiatan dakwah ialah bentuk linear, yakni:

Pernikahan menurut Hukum Islam.
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona.
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan atau nikah bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci. Berikut secara singkat Insyaallah akan akan dipaparkan mengenai  pernikahan menurut hukum Islam. 
1. Pengertian Nikah
Menurut bahasa, nikah berarti penggabungan dan percampuran. Sedangkan menurut istilah syariat, nikah adalah akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenannya hubungan badan menjadi halal. Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya adalah berarti hubungan badan dalam arti majazi. Demikian itu berdasarkan firman Allah:
£`èdqßsÅ3R$$sù ÈbøŒÎ*Î/ £`ÎgÎ=÷dr&  Æèdqè?#uäur ……
            “karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka”, (an-Nisa: 25)
Para ulama merinci makna lafal nikah ada empat macam. Pertama, nikah diartikan akad dalam arti yang sebenarnya dan diartikan diartikan percampuran suami istri dalam arti kiasan. Kedua, nikah merupakan percampuran suami istri dalam arti sebenarnya dan akad dalam arti kiasan. Ketiga, nikah lafal musytarak, mempunyai dua makna yang sama. Keempat, nikah diartikan adh-dhamm, yakni bergabung secara mutlak dan al-ikhtilath,yakni percampuran. Makna percampuran bagian dari adh-dhamm (bergabung) karena dh-dhamm meliputi gabungan fisik yang satu dengan fisik yang lain dan gabungan ucapan satu dengan ucapan lain, gabungan dalam bersenggama dan dalam akad.
2. Anjuran  Nikah
Cukup banyak ayat yang mengandung anjuran kepada kaum muslim secara langsung ataupun tidak untuk melakukan pernikahan dan membangaun keluarga yang sehat lahir dan batin. Adakalanya dengan memberikan informasi tetang keadaan para nabi dan raul yang sepatutunya di teladani:’... dan telah Kami utus para rasul sebulum kamu dan Kami jadikan bagi mereka istri-istri dan keturunan”(al-Ra’d: 38)
Dan adakalnya Allah menyebutkan tentang sebagian dari karunia Allah kepada manusia dalam wujud keluarga yang terdiri dari, istri, anak, cucu dan sebagainya yang dimiliki seseorang. “dan Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagi kamu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rizki dari yang baik-baik...”(an-Nahl; 72)
Tidak cukup itu saja, bahkan Allah memerintahkan kepada masyarakat muslim untuk saling membantu dan bertolongan dalam mengupayakan pernikahan bagi orang-orang yang bersendiri (yaknio orang laki-laki yang tidak beristri atau sebaliknya),  dan untuk itu Allah menjamin diperolehnya rizki bagi mereka yang walaupun dalam keadaan miskin ingin melangsungkan pernikahan. Allah berfirman;
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÌËÈ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (an-Nur: 32)
3. Hukum Nikah
Pernikahan adakalanya menjadi wajib, atau sunnah, atau haram, atau makruh, dan juga mubah. Sebagaimana penjelasan di bawah ini;
1.      Wajib
Mejadi wajib bagi yang memiliki kemampuan untuk melakukanya secara finansial dan fiskal, dan sangat kuat keinginannya untuk menyalurkan hasrat biologisnya, sementara ia khawatir terjerumus dalam perzinaan jika tidak menikah. Ini mengingat bahwa menjaga kesucian diri dan menjauhkanya dari perbuatan haram adalah wajib hukumnya, sedangkan hal itu tidak terpenuhi kecuali dengan menikah.
2.      Sunnah
Pernikahan sangat disunnahkan bagi siapa yang memiliki hasrat atau dorongan seksual untuk menikah dan memiliki kemampuan untuk melakukannya secara fiskal maupun finansial. Walaupun ia akan mampu mengendalikan dirinya sendiri, sehingga tidak khawatir akan terjerumus dalam perbuatan yang dilarang Allah. Orang seperti ni tetap dianjurkan untuk menikah, sebab bagaimanapun menikah adalah tetap lebih baik dari pada mengendalikan diri secara total.
3.      Haram
Pernikahan menjadi haram bagi siapa yang mengetahui dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya sebagai suami, baik dalam hal nafkah lahir dan batin, yang wajib diberikan kepada istri.
4.      Makruh
Pernikahan menjadi makruh bagi seorang laki-laki yang sebetulnya tidak membutuhkan perkawinan, baik disebabkan tidak mampu hak calon istri yang bersifat nafkah lahiriah maupun yang tidak mempunyai hasrat biologis. Sementara si perempuan tidak merasa terganggu dengan ketidak mampuan suami tersebut. Misalnya karena perempuan kebetulan seorang yang kaya raya.
5.      Mubah
Pernikahan menjadi mubah apabila tidak ada dorongan atau hambatan untuk melakukan ataupun meninggalkannya, sesuai dengan pandangan syariat.
4. Tata Cara Pernikahan Dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya:
a.      Khitbah
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).

b.      Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a.       Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b.      Adanya Ijab Qabul.

1) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".

2) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami):"Aku terima nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai isteriku".

3)
Adanya Mahar .
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya. 
Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu
nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”. 


Jenis mahar:
ü  Mahar misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah berkahwin sebelumnya.
ü  Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.
4)  Adanya Wali.
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman. Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.” 
Syarat wali.
ü  Islam, bukan kafir dan murtad.
ü   Lelaki dan bukannya perempuan.
ü   Baligh.
ü   Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan.
ü   Bukan dalam ihram haji atau umrah.
ü   Tidak fasik.
ü   Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya.
ü   Merdeka.
ü  Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis wali:
ü  Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan).
ü  Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali.
ü  Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
ü  Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.


5)  Adanya Saksi-saksi.
Syarat-syarat saksi:
ü  Sekurang-kurangya dua orang
ü   Islam
ü  Berakal
ü  Baligh
ü  Lelaki
ü  Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
ü  Boleh mendengar, melihat dan bercakap
ü  Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
ü   Merdeka

c.       Perempuan yang Haram Dinikahi.
Perempuan yang haram dinikahi selamnaya:
1.      Mahram karena keturunan nasab.
2.      Mahram karena periparan.
3.      Mahram karena pertalian persusuan.
Perempuan yang haran dinikahi sementara:
1.      Perempuan yang masih terkait perkawinan dengan orang lain.
2.      Larangan menikahi pezina sebelum bertaubat.

5. Hikmah Pernikahan
Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya pada batas pemenuhan nafsu biologis, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologi, dan agama. Dia ntaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
1. Memelihara gen manusia. Pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keberlangsungan gen manusia dan generasi dari masa ke masa. Dengan pernikhan inilah manusia akan dapat memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah Allah.
2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh. di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius. seseorang akan merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya, yaitu ikatan ruhani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia dan menjadi mulia dari pada makhluk yang lainnya.
3. Nikah sebagai perisai diri manusia. Nikah dapat menjaga diri manusia dan menjauhkan dari pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan agama. Karena nikah memperbolehkan menunaikan hajatnya secara halal dan aman. Allah berfirman:
4 ¨@Ïmé&ur Nä3s9 $¨B uä!#uur öNà6Ï9ºsŒ br& (#qäótFö6s? Nä3Ï9ºuqøBr'Î/ tûüÏYÅÁøtC uŽöxî šúüÅsÏÿ»|¡ãB 4 …….
“dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina” (an-Nisa: 24)
4.Melawan hawa nafsu. Nikah menyalurkan hawa nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak dan mendidik mereka. Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri denga usaha yang optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama.
       Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman: “Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. 
      
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.Wallahu a’alam bish shawab.
 Daftar referensi
Muhammad Bgir Al-Hbsyi. 2002. Fiqih praktis menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Pendapar para Ulama. Jakrata: Penerbit Mizan.
Abdul Aziz Muhammad Azzam, dkk (terj). 2009. Fiqih munakahat, khitbah, nikah, dan talak. Jakarta: Penerbit Amzah.
Syaikh Hasan Ayyub. 2001. Fikih keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
B.   Kompetensi Peserta Dakwah
Kompepetensi dalam dalam kegiatan dakwah dapat dibagi ke dalam kompetensi bagi juru dakwah (da’i) dan peserta dakwah (mad’u). Namun dalam bagian ini kan dijabarkan kompetensi bagi mad’u. Kompetensi  peserta merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, dalam hal ini kegiatan dakwah yang diikuti. Dengan menggunakan pendekatan dalam strategi pembelajaran dalam dunia pendidikan kompetensi dibagi kedalam standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator. Standar kompetensi adalah kebulatan pengetahuan keterampilan, sikap dan tingkat penguasaan yang diharapakan dicapai dalam  atau setelah mempelajari suatu materi dakwah. Cakupan standar kompetensi yaitu  standar isi (Content standar) dan  standar penampilan (performance standar). Dengan kata lain standar kompetensi adalah sebuah keutuhan prestasi terbesar dari sebauh kegiatan dakwah setelah mengalami proses pembelajaran atau dakwah.
Sedangkan kompetensi dasar adalah jabaran dari standar kompetensi yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat ditampilkan siswa atau peserta dalam dakwah. Dengan kata lain, kompetensi dasar adalah kompetensi-kompetensi pendukung atau penentu keberhasilan tercapainya standar kompetensi dalam berdakwah. Tanpa penguasaan kompetensi dasar peserta atau siswa tidak akan mungkin berhasil dengan utuh atau sempurna akan teercapainya standa kompetensi sebagai hasil prestasi terbesar sebagai sebuah totalitas. Serta indikator adalah rumusan kompetensi yang lebih spesifik yang menunjukkan ciri-ciri penguasaan suatu kompetensi dasar atau sub-kompetensi. Sebuah kompetensi dasar memiliki beberapa bukti atau tanda penguasaan.
            Dengan memperhatikan contoh materi yang akan disampaikan dalam dakwah, seperti yang terdapat dalam point A diatas, berikut contoh standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikator dakwah dengan materi Pernikahan Menurut Hukum Islam secara sederhana:
Standar kompetensi;
Memahami pernikahan menurut hukum Islam.
Kompetensi dasar:
1.      Memahami pengertian pernikahan.
2.      Memahami tentang anjuran pernikahan.
3.      Memahami hukum-hukum pernikahan.
4.      Memahami tata cara dalam pernikahan.
5.      Memahami hikmah pernikahan.
Indicator:
Setelah mengikuti kegiatan dakwah ini, peserta dakwah diharapkan mampu:
1.      Menjelaskan pengertian pernikahan.
2.      Menjelaskan tentang anjuran pernikahan.
3.      Menjelaskan hukuk-hukumn pernukahan.
4.      Mengamalkan tata cara dalam pernikahan.
5.      Menjelaskan hikmah pernikahan.

C.   Strategi Penyampaian Materi Dakwah
Pada bagian ini, merupakan bagian terpenting  dari pelaksanaan  dakwah. Sebaiknya strategi dan metode yang digunakan dalam penyampaian materi dakwah bervariasi. Dengan demikian dakwah yang dilakukan juru dakwah perorangan tidak terkesan membosankan. Sehingga dakwah menjadi lebih menarik dan semakin banyak menarik jamaah untuk mengikuti kegiatan dakwah demi kebaikan dunia dan akhirat.
 Dalam menyampaikan materi pernikahan menurut hukum Islam ini menggunakan bentuk kajian bulanan yang dilaksanakan oleh Remaja Islam Masjid Al-Hikmah Semarang (example). Rinciannya teknis pelaksanaan kegiatan sebagai berikut:
1.      Peserta adalah para remaja masjid yang berasal anggota maupun remaja sekitar masjid.
2.      Kajian dengan tema ini dilaksanakan dalam sekali pertemuan kurang lebih 2 x 60 menit.
3.      Pembawa acara membuka acara.
4.      Pembacaan ayat suci Al-Qur’an.
5.      Kata sambutan ketua RISMA Al-Hikmah.
6.      Nara sumber/juru dakwah menyampaikan materi dakwah.
7.      Kegiatan tanya jawab dipandu pembawa acara.
8.      Nara sumber memberikan kesimpulan
9.      Pembawa acara menutup acara.
10.  Rileks n pulang.
Yang perlu diperhatikan dari teknis diatas ialah bagaiman juru dakwah menyampaikan materinya. Apakah dengan ceramah atau dengan menggunakan metode lainnya. Dalam desain pembelajaran pendidikan ceramah mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya membuat ruangan atau kelas menjadi cendrung monoton dan membosankan. Tetapi dalam kegiatan dakwah dengan maataeri ini dimbangi dengan tanya jawab sehingga suasana mejadi lebih cair dan ada interaksi antara juru dakwah dan peserta kajian. Dalam dunia pembelajaran ada beberapa tips untuk meningkatkan metode ceramah, yang bisa digunakan dalam berdakwah:

1.      Membangun Minat
o   Awali dengan cerita atau gambar.
o   Ajukan kasus/masalah,
o   Ajukan pertanyaan,
o   Memaksimalkan pemahaman dan ingatan,
o   Beri kata-kata kunci Beri contoh dan analogi.
o   Gunakan dukungan visual,
2.      Melibatkan Mahasiswa?peserta dakwah dalam Perkuliahan
o   Beri mahasiswa kesempatan untuk memberi contoh dan menjawab pertanyaan.
o   Selingi presentasi dengan selingan singkat, Memperkuat Perkuliahan.
o   Terapkan materi perkuliahan pada masalah riel.
o   Meminta mahasiswa untuk mereview materi kuliah


D.   Evaluasi Penyampaian Dakwah
Evaluasi dakwah adalah suatu proses pengumpulan data menganalisis informasi tentang efektifitas dan dampak dari suatu tahap atau keseluruhan program. Ada juga yang mengemukakan bahwa evaluasi dakwah adalah meningkatkan pengertian manajerial dakwah dalam sebuah program formal yang mendorong para menejer atau pemimpin dakwah untuk mengamati perilaku anggotanya, lewat pengamatan yang lebih mendalam yang tidak dapat dihasilkan melalui saling pengertian diantara kedua belah pihak.
Selain penjelasan tentang pengertian evaluasi dakwah saya juga akan memaparkan prosedur evaluasi kegiatan dakwah, yaitu :
1.  Menetapkan standar atau tolak ukur.
2. Rencana evaluasi. Dalam melakukan evaluasi biasanya dikaitkan dengan model-model evaluasi yang akan digunakan, yaitu :
o   Evaluasi Input
a) Peserta program, meliputi mad’u.
b) Tim or staff, meliputi Da’I dan manajerial.
c) Program, meliputi durasi.
o   Terkait evaluasi input ada 4 kriteria :
1) Tujuan dakwah.
2) Penilaian terhadap kebutuhan komunitas.
3) Standar dari suatu praktek yang terbaik.
4) Biaya untuk pelaksanaan program
o   Evaluasi Proses
Evaluasi ini dilakukan untuk menilai bagaimana proses kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan, evaluasi ini memfokuskan pada aktifitas interaksi antara mad’u dengan da’i.

o   Evaluasi Akhir
Evaluasi ini dilakukan untuk menilai seberapa jauh tujuan-tujuan yang sudah direncanakan telah tercapai.
Dalam hal ini, evaluasi penyampaian materi dakwah berbeda dengan evaluasi dalam desain pembelajaran. Jika dalam pembelajaran evaluasi yang digunakan dalam bentuk penilaiaan dengan angka, maka dalam evaluasi penyampaian materi dakwah ini tidak diperlukan yang demikian. Namum, evaluasi dalam pemyampaian meteri dakwah dapat dilaksanakan ketika materi disampaikan.
 Misal, juru dakwah melihat apakah peserta dakwah sudah mengerti tetang apa yang disamapaikan. Bisa juga dengan melihat situasi dan kondisi yang terjadi. Misalnya suasanan menjadi sangat tidak menarik dan membosankan, seorang pendakwah harus paham dengan hal yang demikian dan berusaha merubah suasana.Evaluasi bisa juga dilakukan oleh juru dakwah itu sendiri. Apakan ia telah merasa maksimal melaksanakan dakwahnya. Sehingga dakwah yang dilakukannya dapat dikatakan berhasil dan sukses.











BAB III
PENUTUP

Dengan berkembangnya keadaan dan zaman, para juru dakwah atau da’i dituntut untuk lebih inovatif dalam berdakwah. Tidak lagi menggunakan cara-cara yang sering digunakan orang lain. Melainkan bagaimana ia menciptakan metode dakwah yang menarik dan sesuai dengan materi yang akan disampaikannya.Harapanya, dengan metode yang baru kegiatan dakwah akan semakin berkembang di kalangan masyarakat yang sangat membutuhkan tuntunan ilmu agama.
Kegiatan dakwah dewasa ini semakin beragam, tidak hanya dengan metode konvensional tetapi telah berkembang sedemikian rupa. Seperti dakwah melalui sarana teknologi yang semakin berkembang. Untuk menjawab hal yang demikian itulah penulis mencoba menyusun desain penyampaian materi dakwah dengan pendekatan desain pembelajaran ini.semoga bermanfaat bagi para juru dakwah dan umat Islam umumnya.















Ø  Contoh sederhana RPPMD:

Rencana Pelaksanaan Penyampaian Materi Dakwah

Nama Lembaga           :Forum Kajian Remaja Islam Masjid Al-Hikmah Semarang    (example).
Materi                          : Fiqh Pernikahan Menurut Hukum Islam.
Waktu                         : 2 x 60 menit.
 

Standar kompetensi;
Memahami pernikahan menurut hukum Islam.
Kompetensi dasar:
1.      Memahami pengertian pernikahan.
2.      Memahami tentang anjuran pernikahan.
3.      Memahami hukum-hukum pernikahan.
4.      Memahami tata cara dalam pernikahan.
5.      Memahami hikmah pernikahan.
Indicator:
Setelah mengikuti kegiatan dakwah ini, peserta dakwah diharapkan mampu:
1.      Menjelaskan pengertian pernikahan.
2.      Menjelaskan tentang anjuran pernikahan.
3.      Menjelaskan hukuk-hukumn pernukahan.
4.      Mengamalkan tata cara dalam pernikahan.
5.      Menjelaskan hikmah pernikahan.
Materi dakwah:
Fiqh pernikahan menurut hukum Islam.
Metode/strategi:
Ceramah interaktif.
Langkah-langkah:
1.      Pembawa acara membuka acara.
2.      Pembacaan ayat suci Al-Qur’an.
3.      Kata sambutan ketua RISMA Al-Hikmah.
4.      Nara sumber/juru dakwah menyampaikan materi dakwah.
5.      Kegiatan tanya jawab dipandu pembawa acara.
6.      Nara sumber memberikan kesimpulan
7.      Pembawa acara menutup acara.
Sumber/alat/bahan:
LCD, Slide Power Point, dll
Evaluasi:
Non tulis
keaktifan

Semarang,  Juli 2012
Nara Sumber


Syifaul Wahid

1 comment:

Fauzi Primassalam said...
This comment has been removed by the author.