Oleh: Syifaul Wahid
BAB I
PENDAHULUAN
Bagi setiap pribadi muslim, dakwah adalah
kewajiban. Karena setiap muslim diajarkan untuk selalu mengajak orang lain untuk melaksanakan Amar
Ma’ruf dan menjauhi hal-hal yang berkaitan dengan kemungkaran. Untuk menjalankanya,
jalan satu-satunya adalah dengan berdakwah. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah banyak
jalan ataupun cara serta metode dakwah
yang dapat dilakukan oleh seorang muslim, baik itu dakwah yang dilaksanakan
secara perorangan (individu) maupun yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga
keagamaan yang biasanya dilakukan secara secara lebih terstruktur dan
terorganisasi, misalnya kegiatan dakwah yang dilakukan oleh ormas-ormas
keagamaan.
Sebenarnya hal yang terpenting dan yang selama
ini menjadi problem atau masalah dalam
pelaksanaan kegiatan dakwah adalah adalah kurang terorgansisainya pelaksanaan
kegiatan dakwah, terutama dari segi pengembangan materi, strategi atau metode
dan evaluasi dalam kegiatan dakwah. Permasalahan semacam ini banyak ditemui
pada juru dakwah yang melaksanakan kegiatan dakwahnya secara perorangan.
Kebanyakan dari mereka hanya menyampaikan materi dakwah, misalnya dengan
ceramah. Tetapi kurang memperhatikan apakah para jamaahnya memahami yang
disampaikanya atau tidak. Hal ini berbeda dengan jika ia melaksanakan kegiatan
dakwahnya dengan metode kajian atau yang lainya yang memungkinkan adanya
interaksi dengan jamaah.
Selanjutnya adalah sering tidak ada evalusi
maupun tindak lanjut dari dakwah perorangan tersebut. Penulis memandang setiap
juru dakwah perorangan setelah melaksanakan dakwahnya, misal dengan memberikan
ceramah di suatu tempat, setelah selesai ia lepas begitu saja. Tanpa ada tindak
lanjut, misal minimal dengan berkunjung dan berdialog dengan warga yang pernah
diceramahi, minimal dengan menanyakan bagaimana perkembangan warga. Sehingga
penulis memandang perlu adanya evaluasi dan tindak lanjut dari juru dakwah
perorangan walaupun sebenarnya tindak lanjut itu tidak terlalu menjadi
keharusan bagi para pendakwah perorangan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di
atas, penulis mencoba menyusun desain penyampaian materi dakwah untuk kegiatan
dakwah perorangan. Desain penyampaian meteri dakwah ini dengan menggunakan
pendekatan desain pembelajaran yang biasa digunakan dalam dunia pendidikan.
Dalam desain pembelajaran terdapat empat komponen yang tidak dapat dipisahkan,
yaitu materi pembelajaran, kompetensi yang diharapkan dari sebuah pembelajaran,
strategi pembelajaran, dan yang terakhir adalah evaluasi pembelajaran. Jika
keempat komponen ini diterapkan dalam kegiatan dakwah akan menjadi, materi
dakwah, kompetensi yang diharapkan bagi peserta setelah mengikuti kegiatan
dakwah, strategi dakwah dan evaluasi dakwah. Lebih jelasnya perhatikan bagan
berikut:
KOMPETENSI
MATERI STRATEGI
EVALUASI
Dari bagan, dapat dijelaskan bahwa keempat
komponen dalam kegiatan dakwah, materi dakwah, kompetensi yang diharapkan,
strategi dan juga evaluasi dakwah adalah sebuah unit yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan dakwah. Dalam menyusun materi dakwah setidaknya harus
mempunyai empat unsur seperti yang terlihat pada bagan di atas.
BAB II
ISI
A. Materi Dakwah
Materi dakwah ialah bahan atau tema-tema keagamaan yang
akan disampaikan dalam kegiatan dakwah. Materi dakwah perlu dipersiapkan oleh
seorang juru dakwah sehingga dalam dakwahnya ia tidak kehabisan materi. Materi
dakwah seperti halnya dalam pembelajaraan secara umum, perlu adanya desain
materi. Materi dapat didesain ke dalam bentuk linear yakni secara naratif dari
satu topik menuju topik yang lainya. Atau dapat juga dengan membuat sebuah
konsep-konsep dari materi yang akan disampaikan (concept map).
Sebagai contoh materi yang akan disampaikan dalam kegiatan dakwah ialah
bentuk linear, yakni:
Pernikahan menurut Hukum Islam.
Islam adalah agama yang syumul (universal).
Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam
kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak
disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam,
agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam
telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon pendamping
hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati.
Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah
pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak
melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula
dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona.
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu
aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya
menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh
suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga
ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq
yang luhur dan sentral. Perkawinan atau nikah bukanlah persoalan kecil dan
sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan)
adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci. Berikut secara singkat Insyaallah akan akan dipaparkan mengenai pernikahan menurut hukum Islam.
1. Pengertian Nikah
Menurut bahasa, nikah berarti penggabungan dan percampuran.
Sedangkan menurut istilah syariat, nikah adalah akad antara pihak laki-laki dan
wali perempuan yang karenannya hubungan badan menjadi halal. Nikah berarti akad
dalam arti yang sebenarnya adalah berarti
hubungan badan dalam arti majazi. Demikian itu berdasarkan firman Allah:
£`èdqßsÅ3R$$sù ÈbøÎ*Î/ £`ÎgÎ=÷dr& Æèdqè?#uäur ……
“karena
itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka”, (an-Nisa: 25)
Para ulama merinci makna lafal nikah ada empat macam. Pertama,
nikah diartikan akad dalam arti yang sebenarnya dan diartikan diartikan
percampuran suami istri dalam arti kiasan. Kedua, nikah merupakan
percampuran suami istri dalam arti sebenarnya dan akad dalam arti kiasan. Ketiga,
nikah lafal musytarak, mempunyai dua makna yang sama. Keempat,
nikah diartikan adh-dhamm, yakni bergabung secara mutlak dan al-ikhtilath,yakni
percampuran. Makna percampuran bagian dari adh-dhamm (bergabung) karena dh-dhamm
meliputi gabungan fisik yang satu dengan fisik yang lain dan gabungan ucapan
satu dengan ucapan lain, gabungan dalam bersenggama dan dalam akad.
2. Anjuran Nikah
Cukup banyak ayat yang mengandung anjuran kepada kaum muslim secara
langsung ataupun tidak untuk melakukan pernikahan dan membangaun keluarga yang
sehat lahir dan batin. Adakalanya dengan memberikan informasi tetang keadaan
para nabi dan raul yang sepatutunya di teladani:’... dan telah Kami utus
para rasul sebulum kamu dan Kami jadikan bagi mereka istri-istri dan keturunan”(al-Ra’d:
38)
Dan adakalnya Allah menyebutkan tentang sebagian dari karunia Allah
kepada manusia dalam wujud keluarga yang terdiri dari, istri, anak, cucu dan
sebagainya yang dimiliki seseorang. “dan Allah menjadikan bagi kamu istri-istri
dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagi kamu dari istri-istrimu itu
anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rizki dari yang baik-baik...”(an-Nahl;
72)
Tidak cukup itu saja, bahkan Allah memerintahkan kepada masyarakat
muslim untuk saling membantu dan bertolongan dalam mengupayakan pernikahan bagi
orang-orang yang bersendiri (yaknio orang laki-laki yang tidak beristri atau
sebaliknya), dan untuk itu Allah
menjamin diperolehnya rizki bagi mereka yang walaupun dalam keadaan miskin
ingin melangsungkan pernikahan. Allah berfirman;
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.Ï$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3t uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇÌËÈ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui”. (an-Nur: 32)
3. Hukum Nikah
Pernikahan
adakalanya menjadi wajib, atau sunnah, atau haram, atau makruh, dan juga mubah.
Sebagaimana penjelasan di bawah ini;
1.
Wajib
Mejadi wajib bagi yang memiliki kemampuan
untuk melakukanya secara finansial dan fiskal, dan sangat kuat keinginannya
untuk menyalurkan hasrat biologisnya, sementara ia khawatir terjerumus dalam
perzinaan jika tidak menikah. Ini mengingat bahwa menjaga kesucian diri dan
menjauhkanya dari perbuatan haram adalah wajib hukumnya, sedangkan hal itu
tidak terpenuhi kecuali dengan menikah.
2.
Sunnah
Pernikahan sangat disunnahkan bagi siapa yang memiliki hasrat atau
dorongan seksual untuk menikah dan memiliki kemampuan untuk melakukannya secara fiskal
maupun finansial. Walaupun ia akan mampu
mengendalikan dirinya sendiri, sehingga tidak khawatir akan terjerumus dalam
perbuatan yang dilarang Allah. Orang seperti ni tetap dianjurkan untuk menikah,
sebab bagaimanapun menikah adalah tetap lebih baik dari pada mengendalikan diri
secara total.
3.
Haram
Pernikahan menjadi haram bagi siapa yang mengetahui dirinya tidak
mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya sebagai suami, baik dalam hal
nafkah lahir dan batin, yang wajib diberikan kepada istri.
4.
Makruh
Pernikahan menjadi makruh bagi seorang laki-laki yang sebetulnya
tidak membutuhkan perkawinan, baik disebabkan tidak mampu hak calon istri yang
bersifat nafkah lahiriah maupun yang tidak mempunyai hasrat biologis. Sementara
si perempuan tidak merasa terganggu dengan ketidak
mampuan suami tersebut. Misalnya karena perempuan kebetulan seorang yang kaya
raya.
5.
Mubah
Pernikahan menjadi mubah apabila tidak ada dorongan atau hambatan
untuk melakukan ataupun meninggalkannya, sesuai dengan pandangan syariat.
4. Tata Cara Pernikahan Dalam Islam
Islam
telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan
Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih),
secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya:
a. Khitbah
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah
hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang
oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita
yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).
b.
Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a.
Adanya suka sama suka dari kedua
calon mempelai.
b.
Adanya Ijab Qabul.
1) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
2) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami):"Aku terima nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai isteriku".
3) Adanya Mahar .
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak
seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar
merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik
ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.
Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Jenis
mahar:
ü
Mahar misil
: mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah berkahwin
sebelumnya.
ü
Mahar muthamma
: mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh
perempuan atau walinya.
4) Adanya Wali.
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat
dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka
adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan
cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian
paman. Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf
tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri,
al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan
adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya
ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”
Syarat wali.
ü
Islam,
bukan kafir dan murtad.
ü
Lelaki dan bukannya perempuan.
ü
Baligh.
ü
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan.
ü
Bukan dalam ihram haji atau umrah.
ü
Tidak fasik.
ü
Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan
sebagainya.
ü
Merdeka.
ü
Tidak
ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis wali:
ü Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa)
mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya
dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon
isteri yang hendak dikahwinkan).
ü Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak
menjadi wali.
ü Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika
ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali
ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna
tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
ü Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak
berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan
sebab-sebab tertentu.
5) Adanya Saksi-saksi.
Syarat-syarat saksi:
Syarat-syarat saksi:
ü Sekurang-kurangya dua orang
ü Islam
ü Berakal
ü Baligh
ü Lelaki
ü Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
ü Boleh mendengar, melihat dan bercakap
ü Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan
dosa-dosa kecil)
ü Merdeka
c. Perempuan yang Haram Dinikahi.
Perempuan
yang haram dinikahi selamnaya:
1. Mahram karena keturunan nasab.
2. Mahram karena periparan.
3. Mahram karena pertalian persusuan.
Perempuan
yang haran dinikahi sementara:
1. Perempuan yang masih terkait perkawinan dengan orang
lain.
2. Larangan menikahi pezina sebelum bertaubat.
5. Hikmah Pernikahan
Tujuan
pernikahan dalam Islam tidak hanya pada batas pemenuhan nafsu biologis, tetapi memiliki
tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologi, dan agama. Dia
ntaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
1. Memelihara gen manusia.
Pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keberlangsungan gen manusia dan
generasi dari masa ke masa. Dengan pernikhan inilah manusia akan dapat memakmurkan
hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah
Allah.
2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh.
di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius. seseorang akan
merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya, yaitu
ikatan ruhani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia dan menjadi
mulia dari pada makhluk yang lainnya.
3.
Nikah sebagai perisai diri manusia. Nikah dapat menjaga diri manusia dan
menjauhkan dari pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan agama. Karena nikah
memperbolehkan menunaikan hajatnya secara halal dan aman. Allah berfirman:
4 ¨@Ïmé&ur Nä3s9 $¨B uä!#uur öNà6Ï9ºs br& (#qäótFö6s? Nä3Ï9ºuqøBr'Î/ tûüÏYÅÁøtC uöxî úüÅsÏÿ»|¡ãB 4 …….
“dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian
(yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina” (an-Nisa: 24)
4.Melawan
hawa nafsu. Nikah menyalurkan hawa nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan
maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak dan mendidik
mereka. Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri denga usaha yang
optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama.
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran
Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah
(rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman: “Artinya : Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami,
istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.
Dalam rumah tangga yang Islami,
seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya,
serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya
masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga
upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an
Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa
lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu
mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup
tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan
percekcokan.Wallahu a’alam bish shawab.
Daftar referensi
Muhammad Bgir Al-Hbsyi. 2002. Fiqih
praktis menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Pendapar para Ulama. Jakrata:
Penerbit Mizan.
Abdul Aziz Muhammad Azzam, dkk (terj).
2009. Fiqih munakahat, khitbah, nikah, dan talak. Jakarta: Penerbit
Amzah.
Syaikh Hasan Ayyub. 2001. Fikih
keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
B. Kompetensi Peserta Dakwah
Kompepetensi dalam dalam kegiatan dakwah dapat
dibagi ke dalam kompetensi bagi juru dakwah (da’i) dan peserta dakwah (mad’u).
Namun dalam bagian ini kan dijabarkan kompetensi bagi mad’u. Kompetensi peserta merupakan kemampuan-kemampuan yang
dimiliki setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, dalam hal ini kegiatan dakwah
yang diikuti. Dengan menggunakan pendekatan dalam strategi pembelajaran dalam
dunia pendidikan kompetensi dibagi kedalam standar kompetensi, kompetensi
dasar, dan indikator. Standar kompetensi
adalah kebulatan pengetahuan keterampilan, sikap dan tingkat penguasaan yang
diharapakan dicapai dalam atau setelah mempelajari suatu materi dakwah. Cakupan
standar kompetensi yaitu standar isi (Content
standar) dan standar penampilan (performance
standar). Dengan kata lain standar kompetensi adalah sebuah keutuhan prestasi
terbesar dari sebauh kegiatan dakwah setelah
mengalami proses pembelajaran atau dakwah.
Sedangkan kompetensi dasar adalah jabaran dari
standar kompetensi yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap minimal yang harus
dikuasai dan dapat ditampilkan siswa atau peserta dalam dakwah. Dengan kata
lain, kompetensi dasar adalah kompetensi-kompetensi pendukung atau penentu
keberhasilan tercapainya standar kompetensi dalam berdakwah. Tanpa penguasaan kompetensi dasar peserta
atau siswa tidak akan mungkin berhasil dengan utuh atau sempurna akan
teercapainya standa kompetensi sebagai hasil prestasi terbesar sebagai sebuah
totalitas. Serta indikator adalah rumusan kompetensi
yang lebih spesifik yang menunjukkan ciri-ciri penguasaan suatu kompetensi
dasar atau sub-kompetensi. Sebuah kompetensi dasar memiliki beberapa bukti atau
tanda penguasaan.
Dengan memperhatikan
contoh materi yang akan disampaikan dalam dakwah, seperti yang terdapat dalam
point A diatas, berikut contoh standar kompetensi dan kompetensi dasar serta
indikator dakwah dengan materi Pernikahan Menurut Hukum Islam secara sederhana:
Standar kompetensi;
Memahami pernikahan menurut hukum Islam.
Kompetensi dasar:
1. Memahami pengertian pernikahan.
2. Memahami tentang anjuran pernikahan.
3. Memahami hukum-hukum pernikahan.
4. Memahami tata cara dalam pernikahan.
5. Memahami hikmah pernikahan.
Indicator:
Setelah mengikuti kegiatan dakwah ini, peserta dakwah diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian pernikahan.
2. Menjelaskan tentang anjuran pernikahan.
3. Menjelaskan hukuk-hukumn pernukahan.
4. Mengamalkan tata cara dalam pernikahan.
5. Menjelaskan hikmah pernikahan.
C. Strategi Penyampaian Materi Dakwah
Pada bagian ini, merupakan bagian terpenting dari pelaksanaan dakwah. Sebaiknya strategi dan metode yang
digunakan dalam penyampaian materi dakwah bervariasi. Dengan demikian dakwah
yang dilakukan juru dakwah perorangan tidak terkesan membosankan. Sehingga
dakwah menjadi lebih menarik dan semakin banyak menarik jamaah untuk mengikuti
kegiatan dakwah demi kebaikan dunia dan akhirat.
Dalam menyampaikan
materi pernikahan menurut hukum Islam ini menggunakan bentuk kajian bulanan
yang dilaksanakan oleh Remaja Islam Masjid Al-Hikmah Semarang (example).
Rinciannya teknis pelaksanaan kegiatan sebagai berikut:
1. Peserta adalah para remaja masjid yang berasal anggota maupun remaja
sekitar masjid.
2. Kajian dengan tema ini dilaksanakan dalam sekali pertemuan kurang lebih 2 x
60 menit.
3. Pembawa acara membuka acara.
4. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an.
5. Kata sambutan ketua RISMA Al-Hikmah.
6. Nara sumber/juru dakwah menyampaikan materi dakwah.
7. Kegiatan tanya jawab dipandu pembawa acara.
8. Nara sumber memberikan kesimpulan
9. Pembawa acara menutup acara.
10. Rileks n pulang.
Yang perlu diperhatikan dari teknis diatas
ialah bagaiman juru dakwah menyampaikan materinya. Apakah dengan ceramah atau
dengan menggunakan metode lainnya. Dalam desain pembelajaran pendidikan ceramah
mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya membuat ruangan atau kelas menjadi
cendrung monoton dan membosankan. Tetapi dalam kegiatan dakwah dengan maataeri
ini dimbangi dengan tanya jawab sehingga suasana mejadi lebih cair dan ada
interaksi antara juru dakwah dan peserta kajian. Dalam dunia pembelajaran ada
beberapa tips untuk meningkatkan metode ceramah, yang bisa digunakan dalam
berdakwah:
1. Membangun Minat
o
Awali
dengan cerita atau gambar.
o
Ajukan
kasus/masalah,
o
Ajukan
pertanyaan,
o
Memaksimalkan
pemahaman dan ingatan,
o
Beri
kata-kata kunci Beri contoh dan analogi.
o
Gunakan
dukungan visual,
2.
Melibatkan
Mahasiswa?peserta dakwah dalam
Perkuliahan
o
Beri
mahasiswa kesempatan untuk memberi contoh dan menjawab pertanyaan.
o
Selingi
presentasi dengan selingan singkat, Memperkuat Perkuliahan.
o
Terapkan
materi perkuliahan pada masalah riel.
o
Meminta
mahasiswa untuk mereview materi kuliah
D. Evaluasi Penyampaian Dakwah
Evaluasi
dakwah adalah suatu proses pengumpulan data menganalisis informasi tentang
efektifitas dan dampak dari suatu tahap atau keseluruhan program. Ada juga yang
mengemukakan bahwa evaluasi dakwah adalah meningkatkan pengertian manajerial
dakwah dalam sebuah program formal yang mendorong para menejer atau pemimpin
dakwah untuk mengamati perilaku anggotanya, lewat pengamatan yang lebih
mendalam yang tidak dapat dihasilkan melalui saling pengertian diantara kedua
belah pihak.
Selain
penjelasan tentang pengertian evaluasi dakwah saya juga akan memaparkan
prosedur evaluasi kegiatan dakwah, yaitu :
1. Menetapkan standar atau tolak ukur.
2. Rencana evaluasi. Dalam melakukan evaluasi biasanya
dikaitkan dengan model-model evaluasi yang akan digunakan, yaitu :
o
Evaluasi Input
a) Peserta
program, meliputi mad’u.
b) Tim
or staff, meliputi Da’I dan manajerial.
c) Program,
meliputi durasi.
o
Terkait evaluasi input ada 4 kriteria :
1) Tujuan
dakwah.
2) Penilaian
terhadap kebutuhan komunitas.
3) Standar
dari suatu praktek yang terbaik.
4) Biaya
untuk pelaksanaan program
o
Evaluasi Proses
Evaluasi ini
dilakukan untuk menilai bagaimana proses kegiatan yang telah dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah dirumuskan, evaluasi ini memfokuskan pada aktifitas
interaksi antara mad’u dengan da’i.
o Evaluasi Akhir
Evaluasi ini dilakukan untuk menilai seberapa jauh tujuan-tujuan yang sudah
direncanakan telah tercapai.
Dalam hal ini, evaluasi penyampaian materi dakwah berbeda
dengan evaluasi dalam desain pembelajaran. Jika dalam pembelajaran evaluasi
yang digunakan dalam bentuk penilaiaan dengan angka, maka dalam evaluasi
penyampaian materi dakwah ini tidak diperlukan yang demikian. Namum, evaluasi
dalam pemyampaian meteri dakwah dapat dilaksanakan ketika materi disampaikan.
Misal, juru dakwah
melihat apakah peserta dakwah sudah mengerti tetang apa yang disamapaikan. Bisa
juga dengan melihat situasi dan kondisi yang terjadi. Misalnya suasanan menjadi
sangat tidak menarik dan membosankan, seorang pendakwah harus paham dengan hal
yang demikian dan berusaha merubah suasana.Evaluasi bisa juga dilakukan oleh
juru dakwah itu sendiri. Apakan ia telah merasa maksimal melaksanakan
dakwahnya. Sehingga dakwah yang dilakukannya dapat dikatakan berhasil dan
sukses.
BAB III
PENUTUP
Dengan berkembangnya keadaan dan zaman, para
juru dakwah atau da’i dituntut untuk lebih inovatif dalam berdakwah. Tidak lagi
menggunakan cara-cara yang sering digunakan orang lain. Melainkan bagaimana ia
menciptakan metode dakwah yang menarik dan sesuai dengan materi yang akan
disampaikannya.Harapanya, dengan metode yang baru kegiatan dakwah akan semakin
berkembang di kalangan masyarakat yang sangat membutuhkan tuntunan ilmu agama.
Kegiatan dakwah dewasa ini semakin beragam,
tidak hanya dengan metode konvensional tetapi telah berkembang sedemikian rupa.
Seperti dakwah melalui sarana teknologi yang semakin berkembang. Untuk menjawab
hal yang demikian itulah penulis mencoba menyusun desain penyampaian materi
dakwah dengan pendekatan desain pembelajaran ini.semoga bermanfaat bagi para
juru dakwah dan umat Islam umumnya.
Ø
Contoh sederhana RPPMD:
Rencana Pelaksanaan Penyampaian Materi Dakwah
Nama Lembaga :Forum Kajian
Remaja Islam Masjid Al-Hikmah Semarang (example).
Materi :
Fiqh Pernikahan Menurut Hukum Islam.
Waktu :
2 x 60 menit.
Standar kompetensi;
Memahami pernikahan menurut hukum Islam.
Kompetensi dasar:
1. Memahami pengertian pernikahan.
2. Memahami tentang anjuran pernikahan.
3. Memahami hukum-hukum pernikahan.
4. Memahami tata cara dalam pernikahan.
5. Memahami hikmah pernikahan.
Indicator:
Setelah mengikuti kegiatan dakwah ini, peserta dakwah
diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian pernikahan.
2. Menjelaskan tentang anjuran pernikahan.
3. Menjelaskan hukuk-hukumn pernukahan.
4. Mengamalkan tata cara dalam pernikahan.
5. Menjelaskan hikmah pernikahan.
Materi dakwah:
Fiqh pernikahan menurut hukum Islam.
Metode/strategi:
Ceramah interaktif.
Langkah-langkah:
1.
Pembawa acara membuka acara.
2. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an.
3. Kata sambutan ketua RISMA Al-Hikmah.
4. Nara sumber/juru dakwah menyampaikan materi dakwah.
5. Kegiatan tanya jawab dipandu pembawa acara.
6. Nara sumber memberikan kesimpulan
7. Pembawa acara menutup acara.
Sumber/alat/bahan:
LCD, Slide Power Point, dll
Evaluasi:
Non tulis
keaktifan
Semarang,
Juli 2012
Nara Sumber
Syifaul Wahid
1 comment:
Post a Comment